Pada tanggal 17 april 2004, pemakaman Xiaohe (Sungai kecil), yang ditemukan oleh arkeolog Swedia Folk Bergman pada tahun 1939 di propinsi Xinjiang, disebut-sebut termasuk sebagai 10 besar penemuan arkeolog di China. Menurut laporan harian Guangming tanggal 23 April, perhatian umum terhadap pemakaman itu mencuat ketika Bergman menerbitkan pengenalan secara detail pada situs arkeologi ditepi sungai Xiaohe di Stockholm tahun 1939 dengan judul Penemuan Arkeologi di Xinjiang.
Namun saat petunjuk penting tempat pemakaman itu, yaitu sungai Xiaohe mengering, masyarakat telah melupakan pemakaman itu dalam beberapa dekade ini. Tidak sampai lebih dari 60 tahun kemudian pada tanggal 11 Desember 2000, seorang anggota Peninggalan Kebudayaan Xinjiang dan Institut Arkeologi di China meneliti gurun pasir Lop Nor dengan melalui sebuah penempatan satelit dan menemukan pemakaman Xiaohe sekali lagi. Pada bulan Maret 2005, penggalian secara menyeluruh berakhir dengan sukses.
Pemakaman Xiaohe merupakan sistem pemakaman berskala besar yang menyediakan informasi tentang peradaban awal yang berharga di Lop Nor kepada seluruh arkeolog didunia. Dengan 167 makam dan lebih dari 1000 peninggalan-peninggalan budaya pada masa itu ditemukan, area Xiaohe tidak serupa dengan tempat lain yang ada di China, atau mungkin diseluruh dunia.
Menurut Idelisi Abuduresule, kepala Peninggalan Kebudayaan Xinjiang dan Institut Arkeologi, pemakaman Xiaohe menarik perhatian masyarakat karena banyak benda-benda peninggalan yang ditemukan masih merupakan misteri, menunggu untuk dipecahkan.
Misteri ke 1 : Peradaban? Tidak ada tanda!
Berdasarkan bukti dari masa sejarah yang lampau, biasanya orang dapat memprediksi tanda peradaban mereka pada masa itu. Akan tetapi setelah diteliti dengan cermat oleh para arkeolog di dalam radius beberapa kilometer, tidak ada benda-benda peninggalan yang menggambarkan kehidupan pada masa lalu.
Misteri ke 2 : Peti jenasah “berbentuk kapal”
Peti jenasah yang ada di pemakaman Xiaohe dipendam dalam lima tingkat, setiap peti jenasah menyerupai perahu pantai yang terbalik dengan mayat yang dikubur didalamnya. Beberapa sapi hidup telah dibunuh dipemakaman itu dan kulitnya digunakan untuk membungkus mayat tersebut. Begitu kulit ini mengering dan menyusut, bungkusan kulit ini akan membalut mayat dengan semakin kencang.
Misteri ke 3 : Sebuah budaya pemujaan?
Pemakaman Xiaohe ditandai dengan balok-balok kayu poplar yang tertancap di atas gunung pasir. Bentuk kayunya berbeda menurut jenis kelamin yang meninggal dan melambangkan organ reproduksi. Kebudayaan misterius yang sangat memuja organ reproduksi, ini sangat jarang terlihat didunia.
Misteri ke 4 : Hilangnya masyarakat Xiaohe
Pemakaman Xiaohe merupakan hal penting untuk mempelajari masyarakat kuno di daerah Lop Nor. Meskipun kami mempunyai petunjuk mengenai orang-orang Xiaohe yang meninggal, akan tetapi kami tidak dapat melacak jejak kehidupan mereka. Misteri terbesar berdasarkan pada peradaban yang ditinggalkan oleh pemakaman Xiaohe adalah hilangnya masyarakat Xiaohe. Apakah sebuah wabah yang telah membinasakan mereka ? Apakah karena timbul perang ? Ataukah mereka benar-benar tertelan gurun pasir ?
Misteri ke 5 : Lumpur aneh yang menyelubungi peti jenasah
Ditemukan 4 peti jenasah yang diselubungi oleh lumpur pada daerah sebelah utara dan selatan kompleks tersebut. Peti ini berbeda bentuk dengan peti jenasah berbentuk perahu yang ditemukan semula ; penutup peti itu berbentuk persegi panjang, dan didalamnya terdapat rangka kayu yang menunjukkan bentuk asli kapal. Apa yang menjadi tanda tanya orang adalah 4 peti jenasah ini ini seluruhnya berisi jenasah perempuan dewasa yang penuh dengan benda-benda penguburan. Para arkeolog tidak dapat menjawab mengapa hanya peti jenasah 4 perempuan dewasa ini yang dilumuri oleh lumpur.
Misteri ke 6 : Mayat-mayat kayu
Pada situs penggalian ini, ditemukan juga 6 peti jenasah yang berisi mayat kayu sebagai pengganti mayat asli. Setelah dianalisa, diketahui bahwa mayat kayu ini dibuat dalam jangka waktu yang singkat. Seluruh mayat kayu ini berjenis kelamin pria dan dibuat dalam bentuk yang serupa. Wajahnya rata dengan tanda X merah diatasnya.
Sumber:
“Apa yang diketahui adalah terbatas, yang tak diketahui adalah tidak terbatas, secara rasional kita berdiri di atas pulau kecil di tengah lautan tanpa batas yang tidak dapat dijabarkan.” —Thomas Henry Huxley (1825-1895)
Setiap gunung, sungai, dan lembah, semua binatang dan umat manusia—yang dulu, sekarang dan yang akan terjadi di masa depan, mereka semua pada suatu ketika pernah menyatu dalam sebuah titik api kecil. Itu adalah suatu titik yang memiliki kepadatan yang tak terbatas, sehingga daya imajinasi kita ini mungkin tidak akan pernah mampu memahaminya sama sekali. Jutaan milyaran ton materi yang digabungkan dengan energi yang besar dari alam semesta, mulai mengembang dan pecah dalam suatu ledakan mahabesar sekitar 20 milyar tahun yang lalu.
Dibandingkan dengan Big Bang (Ledakan Besar), maka suara ledakan dari bom atom yang dianggap paling dahsyat oleh manusia, hanyalah seperti suara nyamuk yang terjatuh di tanah pada sisi lain dari planet bumi. Pengembangan yang konstan dari semua yang ada itu telah merubah alam semesta menjadi sup plasma, secara berangsur-angsur bertransformasi ke suatu kondisi yang terus meningkat, yang hampir sama dengan apa yang kita ketahui saat ini.
Kemudian materi ini lambat laun mendingin, membentuk quarks pertama, elektron, dan proton. Ratusan, ribuan tahun telah lewat, dan elektron dan nukleus bergabung membentuk atom, dan setelah itu, quasar, bintang, sekelompok galaksi, dan semua itu adalah alam semesta yang sudah kita kenali.
Di luar semua informasi yang didapat bertahun-tahun lewat penyelidikan ilmiah, maka fase alam semesta pada momen-momen pertama setelah ledakan hebat itu masih saja menjadi bahan perdebatan sengit.
Berbagai macam teori yang hanya berkutat dalam lingkup ilmu pengetahuan, bagai sedang mengurai benang kusut, saat mereka mencoba menjelaskan masalah keadaan quantum khusus pada fase primitif --peristiwa paling awal dari Big Badaboom. Hingga kini masih tidak ada satu pun jejak fisik yang meyakinkan yang dapat menjelaskan 10 – 33 detik pertama dari alam semesta itu.
Bila kita ingin mencoba memahami awal mula peristiwa ledakan penting ini, bahkan lebih kompleks. Semakin banyak yang kita tahu penyebab pasti dari setiap peristiwa dan secara berangsur-angsur pula kita menyadari bahwa sesuatu itu pasti memiliki penyebabnya, alasan dibalik mengapa alam semesta diciptakan, akan menjadi suatu teka-teki yang lebih besar lagi – mengungkap kebenaran yang terakhir.
Big Bang, Big Crunch, dan Siklus Tak Terbatas
Satu teori yang dikemukakan untuk menjelaskan asal mula yang paling mula adalah Oscillating Universe (Pergerakan Alam Semesta). Banyak ilmuwan memperkirakan bahwa materi yang terkandung dalam alam semesta adalah cukup untuk mencapai suatu gaya gravitasi yang kuat, cukup besar untuk menghentikan pemuaian yang lebih lanjut, dan memulai suatu saat yang telah ditentukan dalam sejarah, membalikkan proses tersebut.
Menurut teori ini, kontraksi yang konstan pada keseluruhan alam semesta akan memuncak pada titik primordial - suatu fenomena yang dijuluki Big Crunch (Derakan Besar). Dari saat ini (secara teoritis tentunya) alam semesta secara harafiah akan tetap berjalan dengan cara yang sama, dengan adanya satu Big Bounce (Lambungan Besar), dikatakan sebagai, sebuah Big Bang yang baru.
Teori ini membawa kita pada pertanyaan: apakah rangkaian peristiwa luar biasa yang menguasai siklus atas segala sesuatu dalam alam semesta ini (kebangkitan-kemerosotan-kehancuran) akan terulang terus selamanya, dan apakah akan terus mengikuti pola yang sama, kembali pada masa lampau yang jauh.
Walaupun teori Oscilatting Universe pernah ditolak sebagai ganti dari model alam semesta yang lain, tapi penelitian yang dilakukan baru-baru ini lebih mempercayai kebenaran teori ini. Peneliti dari Penn State University, menggunakan perhitungan gravitasi kuantum, telah berspekulasi tentang sejarah kemungkinan adanya alam semesta sebelum Big Bang.
Menurut perhitungan ini, sebelum Big Bang, memang telah ada suatu keadaan ruang waktu yang sama seperti yang kita miliki, hanya saja ia mengalami tahapan kontraksi. Diperkirakan bahwa gaya gravitasi menarik alam semesta ke dalam sampai mencapai titik dimana properti kuantum ruang waktu menyebabkan gravitasi menjadi semakin padat, dan menciptakan Big Bang yang diperkirakan saat ini akan kita alami.
Bisa jadi variasi dari kosmologikal konstan alfa, suatu fakta aneh yang telah diungkap ilmuwan beberapa tahun ini, berhubungan dengan materi pada alam semesta sebelumnya. Nilai abstrak (alfa) ini — yang dipakai sebagai parameter dalam hukum universal yang membolehkan atom tetap berada pada keadaan menyatu, yang sekaligus juga menggaris bawahi hukum kimia yang telah kita pahami—tidak serupa dengan apa yang kita harapkan dari alam semesta yang tua ini.
Menurut nilai alpha saat ini, alam semesta seharusnya 14 milyaran tahun lebih tua, dan materi seharusnya lebih memancar daripada kondisi yang terkesan saat ini.
Meski begitu, teori siklus ini dapat menjelaskan dengan baik keganjilan dari kestabilan alfa ini. Paul Steinhardt dari Universitas Princeton dan ahli fisika tafsir Neil Turok dari Universitas Cambridge, Inggris, percaya bahwa ia telah eksis sebelum alam semesta kita, tentunya masih ada cukup waktu bagi nilai terukur sehingga menjadi seperti sekarang ini.
Membangun ide mereka dari perspektif teori String dan teori M, Turok dan Steinhardt berpendapat bah-wa Big Bang sebetulnya bukanlah suatu kejadian yang unik, tetapi hanya merupakan akhir dari sebuah garis panjang tabrakan-tabrakan, yang muncul secara periodik ketika pemuaian alam semesta telah mencapai limitnya.
Asal mula yang hebat dan keterbatasan sains
Seandainya teori tentang alam semesta yang mengalami siklus berulang-ulang telah terbukti, atau bila kita telah menemukan bahwa dunia kita berasal dari Big Crunch yang terjadi sebelumnya, tetapi asal mula dari siklus ledakan-ledakan dan kontraksi-kontraksi yang tak terbatas itu akan tetap merupakan misteri.
Model dari siklus kosmik yang diutarakan dalam Big Bounce tidak memiliki titik akhir, tapi tidakkah ia memiliki sebuah awal? Apakah asal mula ini menjadi sebuah garis pembatas antara sains dan religi? Apakah faktor “keTuhanan” yang akhirnya akan menggarisbawahi asal mula ruang dan waktu, ataukah suatu hari nanti kita akan mampu menjelaskan segala sesuatu, dan penyebab Big Bang, dengan cara yang sepenuhnya berbau sains?
Iptek jaman sekarang telah menuntun kita pada perhitungan-perhitungan yang hasilnya mendekati unsur-unsur pokok dari Big Bang. Tetapi, di luar perhitungan-perhitungan yang makin rumit ini, apakah kita benar-benar telah menjadi lebih tahu dengan apa yang sesungguhnya terjadi.
Masih ada kemungkinan yang amat besar bahwa manusia tidak akan pernah boleh tahu akan kebenaran sejati. Dan meski banyak ilmuwan yang percaya bahwa alam semesta yang kita huni tidak mungkin mengandung apapun yang melebihi hal-hal yang dapat dijelaskan secara sains, tetapi pada suatu waktu nanti umat manusia adakalanya akan menyerah pada godaan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan pada diri mereka sendiri, atas apa yang dapat menyebabkan sesuatu terjadi. (http://erabaru.or.id)